oleh

Kementerian Kesehatan: Pemerintah Secara Berkala akan Meninjau Tingkat Pengujian PCR

Jakarta-Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dari Kementerian Vaksinasi Covid19 menegaskan, pemerintah secara rutin menilai laju reverse transcription-polymerase chain reaction (RTPCR) pada apusan Covid19

Hal ini dilakukan untuk memastikan masyarakat mendapatkan pemeriksaan sesuai dengan harga yang seharusnya dibayarkan, dilansir beritasatu.com.

“Kami secara berkala bersama BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan-red) melakukan evaluasi terhadap tarif pemeriksaan, menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Proses evaluasi merupakan standar yang kami lakukan dalam penentuan harga suatu produk maupun layanan, untuk menjamin kepastian harga bagi masyarakat,” ucap Nadia dalam keterangan pers diterimaBeritasatu.com, Minggu (7/11/2021).

Nadia menuturkan evaluasi terhadap tarif pemeriksaan RT-PCR oleh Kemenkes bersama BPKP sudah dilakukan sebanyak tiga kali. Adapun diantaranya, pertama, pada 5 Oktober 2020 ditetapkan pemeriksaan RT- PCR Rp 900.000.

Baca Juga  Ketua Fraksi Gerindra Minta Pramuka Tetap Jadi Ekskul Wajib di Sekolah

Kedua, pada 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT- PCR Rp 495.000 untuk Pulau Jawa- Bali serta Rp 525.000 untuk luar Jawa dan Bali.

Ketiga, pada 27 Oktober 2021 lalu ditetapkan Rp 275.000 untuk Pulau Jawa- Bali dan Rp 300.000 untuk luar Jawa-Bali.

“Saya tegaskan sekali lagi dalam menentukan harga RT- PCR, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes tidak berdiri sendiri, namun dilakukan bersama dengan BPKP. Proses evaluasi harga ini tentunya dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat” tegasnya.

Nadia menambahkan, perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari komponen-komponen jasa pelayanan seperti sumber daya manusia (SDM), komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Baca Juga  Kenaikan Harga Komoditas dapat Sebabkan Inflasi

Nadia menganalogikan tinggi dan langkanya stok masker dan alat pelindung diri (APD) di awal pandemi yang juga berpengaruh terhadap harga saat itu. Namun kondisi ini berangsur-angsur membaik dengan semakin bertambahnya produsen masker dan APD seiring berjalannya waktu.

Demikian juga dengan reagen swab RT-PCR, di mana pada saat awal hanya terdapat kurang dari 30 produsen yang ada di Indonesia. Namun saat ini sudah terdapat lebih dari 200 jenis reagen swab RT-PCR yang masuk ke Indonesia dan mendapatkan izin edar dari Kemenkes dengan harga yang bervariasi.

Baca Juga  Rancangan Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas Sebuah Langkah Anti Demokrasi

“Artinya sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen swab RT-PCR, tambahnya lagi,” ucapnya.

Nadia menegaskan pertimbangan pemerintah tetap menggunakan swab PCR karena swab tes PCR masih menjadi gold standar dalam mendiagnosis kasus Positif Covid-19, tidak hanya di Indonesia, namun juga pada level Global.

Menurutnya, kebutuhan akan pemeriksaan RT-PCR didorong oleh peningkatan pemeriksaan spesimen di Indonesia. Di mana angka positivity rate di Indonesia saat ini sudah dibawah 0,4% dari standar yang ditetapkan WHO.

“Semakin cepat kasus positif ditemukan, semakin cepat dapat dipisahkan dari orang yang sehat, tentunya ini dapat mencegah penyebarluasan virus Covid-19 di dalam masyarakat,” pungkasnya.(*/cr2)

News Feed